Saya teringat satu kisah yang menimpa seorang ulama sewaktu dia dalam penerbangan. Apabila tiba waktu solat, dia pun pergilah ke tandas untuk berwuduk. Al maklum, tandas di dalam kapal terbang memang sempit, maka dia pun terpaksalah membuka pintu tandas itu ketika berwuduk. Tatkala dia sedang mengangkat salah satu daripada kakinya ke sinki (washing basin), seorang pramugari telah ternampak perbuatan ulama itu dan segera menegurnya.
Pramugari: (Dengan suara dikeraskan) Tuan tak boleh memasukkan kaki ke dalam sinki itu.
Ulama: Mengapa?
Pramugari: Kotorlah sinki itu nanti.
Ulama: Tapi tidak disediakan gayung untuk saya mencuci kaki di mangkuk tandas.
Pramugari: Itu bukan alasan membasuh kaki di sinki.
Ulama: Habis, kalau saya hendak membasuh kaki di mana harus saya membasuhnya?
Pramugari: Tak perlu mencuci kaki ketika menaiki kapal terbang.
Ulama: (Dengan suara lembut dan penuh rendah diri) Berapa kali saudari mencuci muka saudari dalam satu hari?
Pramugari: Tuan, orang macam saya paling tidak cuci muka sekali atau dua kali sehari. Takkan tuan tak tahu pramugari macam kami perlu jaga penampilan wajah. Kami kena rawat wajah kami setiap masa. Kami kena pastikan orang puas hati walau hanya dengan melihat wajah kami.
Ulama: Saya mencuci kaki saya
Jawapan seperti ini bukanlah pula hendak merendah-rendahkan orang lain tetapi sekadar membuat perbandingan ciri orang beriman bersama bukti dengan orang beriman tanpa bukti. Orang yang beriman bersama bukti, walau apa pun keadaannya dia akan lakukan semua kewajipan biarpun susah, sebaliknya orang beriman tanpa bukti berpegang teguh pada suara hati tetapi tidak sanggup atau kecundang tatakala diberikan sedikit ujian.
Thursday, May 27
Kecantikan yang akan kelam...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment